Sabtu, 12 Mei 2012

Arti Demokrasi


 Cecep bertanya kepada Bapaknya arti dari Demokrasi. Bapaknya kemudian menjelaskan bahwa Demokrasi itu bisa diibaratkan dalam Rumah Tangga. Bapak bertindak sbg kaum Kapitalis yg mencari nafkah, Ibu sbg Pemerintah yg mengelola hasil, Cecep sbg rakyat, adiknya sbg masa Depan yg perlu diperhatikkan dan pembantu sbg pekerja.

Suatu ketika Cecep pulang Kerumah dan mendapati adiknya sedang buang air besar dilantai. Dilihatnya Ibunya sedang tidur lelap. Cecep kemudian kekamar pembantunya untuk minta tolong. Tetapi ternyata Ia mendapati Bapaknya sedang tidur bersama Pembantunya itu.

Cecep lalu mengatakan kepada Sang Bapak:

"Pak! sekarang saya sudah tau arti Demokrasi, yaitu kaum Kapitalis "menekan" para pekerja, pemerintah tertidur lelap, rakyat tidak berani membangunkan, hanya bisa melihat masa depan yang penuh dengan kekotoran..."

Imperatif Pendidikan Multikultural di Masyarakat Majemuk


Meminjam sistem klasifikasi Robinson (dalam Ekstrand, 1997: 350), kita dapat membedakan adanya tiga perspektif multikulturalisme di dalam sistem pendidikan (1) perspektif “cultural assimilation”; (2) perspektif “cultural pluralism”; dan (3) perspektif ”cultural synthesis”.
Yang pertama merupakan suatu model transisi di dalam sistem pendidikan yang menunjukkan proses asimilasi anak atau subyek didik dari berbagai kebudayaan atau masyarakat sub-nasional ke dalam suatu “core society”.
Yang kedua suatu sistem pendidikan yang menekankan pada pentingnya hak bagi semua kebudayaan dan masyarakat sub-nasional untuk memelihara dan mempertahankan identitas kultural masing-masing.
Yang ketiga merupakan sintesis dari perspektif asimilasionis dan pluralis, yang menekankan pentingnya proses terjadinya eklektisisme dan sintesis di dalam diri anak atau subyek didik dan masyarakat, dan terjadinya perubahan di dalam berbagai kebudayaan dan masyarakat sub nasional.
Di dalam konteks suatu sistem politik kesukuan (ethnic politics), proses politik memiliki kecenderungan kuat untuk memilih ujung-ujung ekstrim diantara polarisasi pilihan perspektif pendidikan “asimilionis pluralis”. Oleh karena tekanannya pada pergumulan integrasi nasional sebagai konsekuensi dari kuatnya potensi konflik etnik yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia di bawah pemerintahan orde lama dan orde baru, misalnya, sistem pendidikan nasional kita selama ini diselenggarakan dengan memberikan tempat sangat penting pada aplikasi perspektif pendidikan asimilasionis di atas argumen tentang pentingnya pembentukan “satu” kebudayaan nasional bagi pembangunan institusi-institusi koalisi dan brokerage multietnik yang sangat kuat bagi proses integrasi nasional.
Pemberian tempat yang berlebihan pada fungsi pendidikan “integratif” melalui aplikasi perspektif asimilasionis itu telah terbukti gagal menciptakan institusi-institusi koalisi dan brokerage sebagai bangunan yang kokoh bagi berkembangnya proses integrasi nasional.
Sebaliknya, yang berhasil kita ciptakan melalui kebijakan pendidikan yang demikian tidaklah lebih dari suatu bangunan institusi-institusi koalisi dan brokerage semu yang sangat rapuh bagi pengembangan proses integrasi nasional.
Gerakan reformasi Mei 1998 untuk mentransformasikan otoritarianisme orde baru menuju transisi demokrasi sebaliknya telah menyemaikan berkembangnya kesadaran baru tentang pentingnya otonomi masyarakat sipil yang oleh Ektransd disebut sebagai perspektif multikulturalisme radikal’(radical multiculturalism) sebagaimana yang kini agaknya telah diakomodasi oleh UU_SISDIKNAS baru menggantikan Undang-undang no 2 Tahun 1989.
Di dalam konteks perkembangan sistem politik Indonesia saat ini, pilihan perspektif pendidikan yang demikian memiliki peluang kan semakin menguatnya ketidakmampuan kita sebagai bangsa untuk membangun institusi-institusi koalisi dan brokerage multikultural yang justru sangat diperlukan sebagai landasan bagi pengembangan sistem politik rasional yang kuat. Sebagaimana sudah disebutkan di muka, perspektif pendidikan pluralis radikal sangat menekankan [pentingnya akomodasi hak setiap kebudayaan dan masyarakat sub-nasional untuk memelihara dan mempertahankan identitas kebudayaan dan masyarakat nasional.
Menurut hemat saya, yang diperlukan sebagai landasan yang kokoh bagi pembangunan sistem demokrasi di dalam masyarakat Indonesia yang sangat majemuk ini adalah aplikasi pilihan perspektif pendidikan yang ketiga, yang sebagaimana sudah disebutkan di muka merupakan sintesis dari aplikasi perspektif pendidikan asimilasionis dan pluralis.
Sebagaimana sudah dikemukakan pula, perspektif pendidikan yang demikian memberikan peran pada pendidikan multikultural sebagai instrumen bagi pengembangan eklektisisme dan sintesis beragam kebudayaan sub-nasional pada tingkat individual dan masyarakat dan bagi promosi terbentuknya suatu “melting pot” dari beragam kebudayaan dan masyarakat sub nasional.
Pilihan perspektif pendidikan “sintesis multikultural” memiliki rasionalnya yang paling dasar di dalam hakekat tujuan suatu pendidikan multikultural, yang dapat diidentifikasikan melalui tiga tujuan berikut (Ekstrand, 1997:349): tujuan “attitudinal”; tujuan”kognitif”: dan tujuan “instruksional”.
Pada tingkat attitudinal, pendidikan multikultural memiliki fungsi untuk menyemaikan dan mengembangkan sensitivitas kultural, toleransi kultural, penghormatan terhadap identitas kultural, pengembangan sikap budaya responsif, dan keahlian untuk melakukan penolakan dan resolusi konflik.
Pada tingkat kognitif, pendidikan multikultural memiliki tujuan bagi pencapaian kemampuan akademik, pengembangan pengetahuan tentang kemajemukan kebudayaan, kompetensi untuk melakukan analisis dan interpretasi perilaku kultural, dan kemampuan untuk membangun kesadaran kritis tentang kebudayaan sendiri.
Pada tingkat instruksional, pendidikan multikultural memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan untuk melakukan koreksi atas distorsi-distorsi, stereotype-stereotype, peniadaan-peniadaan, dan mis-informasi tentang kelompok-kelompok etnik dan kultural yang dimuat di dalam berbagai buku dan media pembelajaran; menyediakan strategi-strategi untuk melakukan hidup di dalam pergaulan multikultural, mengembangkan keterampilan-keterampilan komunikasi inter-personal, menyediakan teknik-teknik untuk melakukan evaluasi, dan membantu menyediakan klarifikasi dan penjelasan –penjelasan tentang dinamika– dinamika perkembangan kebudayaan. [DR. Nasikun]
Source: Makalah ini dipresentasikan pada seminar “Pendidikan Multikultural sebagai Seni Mengelola Keragaman” oleh Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial (PSB-PS) Universitas Muhammadiyah Surakarta, pada Sabtu 8 Januari 2005, di Ruang Seminar Fakultas Ekonomi UMS.

ESENSI PENDIDIKAN NILAI MORAL DAN PKN DI ERA GLOBALISME


Ditulis oleh wjanto
Prof.Drs.H.A.Kosasih Djahiri
the 20th century has been characterized by three developments of great political importance:
The growth of democracy, the growth of corporate power, and the growth of corporate propaganda as a means of protecting corporate power against democracy ( Alex Carey ).
My country is the world, and my religion is to do good.(Thomas Paine) 

Pendahuluan

Tidak seorangpun mampu melepaskan diri dari hakekat kodrati manusia sebagai insan yang dapat dididik dan belajar sepanjang hayat (educated human being), sehingga dinamik berubah sepanjang masa.Pengalaman hidup manusia (life experiences) adalah pengalaman belajar manusia yang dari waktu/kondisi/tempat ke waktu/kondisi/tempat mengembangkan potensi diri dan kehidupan kita baik dalam arus posiitif maupun arus negatif.
Hakekat lain yang tidak bisa dihindari manusia ialah selaku social and political human being, dimana sejak lahir kita hidup "in group" dalam keluarga dan masyarakat yang ahirnya berbangsa - bernegara (Zoon politicon, organized political man). Lembaga-lembaga tadi disamping merupakan wadah/rumah bagi manusia juga merupakan institusi pembina - penegak dan pengembang ipoleksosbudag yang amat potensial. Namun makin kini ketiga lembaga itu makin kurang berfungsi (melonggar) dan bahkan ada kecendrungan dihilangkan.
Bahwa Potensi diri manusia yang Illahiah yang dibawa setiap manusia meliputi potensi badaniah dan rohaniah. Melalui berbagai kajian pakar pendidikan dan psikologis, potensi rohaniah dikatagorikan kedalam tiga potensi dasar yakni Daya Intelektual/Nalarr (dengan 6 potensi ); daya afektual (8 potensi afektual) dan Psikomtorik (8 potensi), sehingga keseluruhannya meliputi 22 potensi.
Dalam Dunia Pendidikan (terutama pendidikan formal) secara kurikuler rumusan sosok keluarannya dinyatakan harus utuh bulat (ragawi dan rohaniah) namun secara programatik - prosedural maupun realita keluarannya (outcomes) bersifat parsial. Totalitas diri anak didik hampir tidak pernah dibelajarkan secara kaffah. Target penyelesaian bahan ajar yang konseptual teoritik - keilmuan/normative atau structural disipliner dan target nilai angka (marking) atau NEM tinggi yang diiringi ketidak tahuan/profesionalan guru melahirkan pendidikan dan pembelajaran parsial. Masalah potensi ragawi dan nilai - moral serta norma hampir tidak pernah masuk hitungan termasuk dalam program khusus MKU (PKN, PAI, dll).
Tidak Profesionalnya guru, disamping pola pembelajaran - pelatihan professional skills yang kurang terutama dikarenakan ketentuan formal dan system seperti a.l. wajib mengajar minimal 19 jampel di satu sekolah, sistim penempatan guru, guru SD adalah guru kelas (baca "Guru 7 mata pelajaran" ! ). Maka oleh karenanya tidaklah mustahil apa yang dikemukakan McLuhan (teori Pendulum) besok lusa akan berwujud, yakni manusia yang cerdas otaknya namun tumpul emosinya.
Potret ini disejumlah tempat sudah mulai nampak. Proses emoting - minding, spiritualizing, valuing dan mental round trip dikalahkan oleh proses thinking and rationalizing. Pembelajaran berlandaskan nilai moral yang normative/ luhur/suci/religius kalah oleh pembelajaran theoretic - conceptual based dan perhitungan untung rugi rasional - keilmuan dan atau yuridis formal. Potret ini sudah juga nampak dalam pendidikan informal cq. kehidupan keluarga, pembinaan dan pendidikan anak (termasuk agama dan budi luhur) mulai kurang diperdulikan dan sudah sepenuhnya diserahkan kepada instansi lain cq. Guru dan sekolah. Rumah dan keluarga mulai tererosi dari status dan role behavior bakunya (agamis & cultural) dan hanya menjadi "symbol terminal berkumpul dan sumber status social - ekonomi" bagi warganya. Bagi keluarga yang sudah masuk "super developed/ nuclear - family" perkawinan hanya dimaknai sebagai lembaga/media untuk memenuhi kebutuhan biologis dan social ekonomis saja. Demikian halnya dalam berbangsa dan bernegara, hanya dianggap keharusan otomatik (opinio necesitatic) tanpa diiringi oleh rasa-emosi lain (sense of integrity, patriotism dan proudnes, dll ). Allohuma Nauzubillahi min zaalik !.
Dalam kehidupan masa lampau generasi usia 50/60 th keatas, apa yang diuraikan di atas boleh dibilang "tabu" dalam pendidikan keluarga, seluruh perangkat tatanan nilai - moral dan norma agama ( dan budaya agama), adat budaya (cultural heritages) dan bahkan nilai moral metafisis dengan segala "pro & contranya" hadir secara utuh menjadi tonggak pokok untuk segala hal serta beruwjud dalam berbagai bentuk (materiil - imateriil, personal, kondisional dan behavioral/ceremonial) . Dunia pendidikan formalpun (Program, buku, guru, pimpinan, system dan kondisional) turut mengukuhkan kehidupan tadi. Buku paket IPS ("Matahari Terbit&quot ;)dan seni budaya daerah (Panyungsi Bahasa, Didi - Yoyo; Rusdi Misnem dll) sekaligus membawakan misi dan isi pesan budi luhur (adat dan agama). Sekarang ini, gejolak iptek yang kian ganas melalui multi media elektronik - cetak dengan segala "keindahan - kemewahan dan kemudahannya" yang serba "waah" berikut tuntutan materiilnya yang cukup tinggi, melahirkan kehidupan keluarga yang sarat keinginan dan kesibukan sebagaimana "pola kehidupan (life style) modern" yang pada ahirnya secara perlahan namun pasti membawa kearah rasionalisme, sekulerisme yang materialistic dan egoistic serta mulai menggeser dan mengerosi standard baku yang ada, termasuk didalam kehidupan keluarga kita !
Norma acuan, Dimensi dan System kehidupan manusia
Gambaran hakekat kodrati manusia (Illahiah/Natural dan Sospol) dalam uraian terdahulu, melukiskan hakekat manusia yang serba potensial dan sarat keterbatasan. Dalam kehidupannya sebagai insan social diperkaya dengan seperangkat kodrat social sesuai dengan status dan peran laku harapannya (expected role behavior), Beberapa sifat kodrati insan social ini ialah a.l. selalu berkelompok (group base), kontekstual/ kondisional, bersifat mono multiplex/pluralistic, insan politik yang terorganisir (zoon politicon, organized political man), insan yang terikat dalam sejumlah lingkaran kehidupan (life cycles) yang multi aspek dan multi waktu. John Locke, mengemukakan 5 sifat natural manusia dalam posisinya sebagai organized political man; yakni : suka dihormati, cinta kekuasaan, merasa pintar, ingin selamat dan hidup abadi. Kelima hal ini ditampilkan setiap diri manusia yang normal dalam kehidupannya, dan bila tidak dikendalikan kelima hal tadi akan berwujud menjadi: gila hormat, gila kekuasaan, sok pintar, cari selamat/aman (anti risiko) dan takut mati. (silahkan anda renungi/kaji diri anda sendiri ).
Kedua hakekat kodrati tadi dengan diintervensi oleh tempat - waktu dan kondisi, berinteraksi/berinteradiasi dan menyebabkan proses perkembangan manusia serta melahirkan produk the real thing of man/human being. Proses perkembangan tadi tidak bersifat normless, melainkan terikat dan atau terkendali oleh seperangkat tatanan norma-acuan (norm refrences). Dalam masyarakat Indonesia ada/berlaku 6 norma acuan pokok yang menuntun/mengendalikan/mengharus kan diri dan kehidupan manusia ialah nroma/syariah agama, budaya agama, budaya adat/tradisi, hukum positif/negara, norma keilmuan, dan norma metafisis (hal ihwal diluar jangkauan kemampuan manusia, alam gaib - kepercayaan). Ke enam acuan normative tadi ada dalam setiap lingkaran dan aspek serta system kehidupan manusia. Dan setiap norma melahirkan acuan nilai dan moral. Norma adalah perangkat ketentuan/hukum/ arahan, dia bisa datang dari luar (eksternal) seperti dari Tuhan/Agama, negara/Hukum, masyarakat/adat dan bisa pula (yang terbaik ) datang dari dalam diri atau sanubari/qolbu kita sendiri. Norma yang sudah menjadi bagian dari hati nurani (suara hati = qolbu !) adalah norma dan nilai - moral yang sudah bersatu raga (personalized) dan menjadi keyakinan diri atau prinsip atau dalil diri & kehidupan kita. Nilai ( value = valere) adalah kualifikasi harga atau isi pesan yang dibawakan/tersurat/tersirat dalam norma tsb (a.l. Norma agama memuat nilai/harga haram - halal - dosa - dll) dan melekat pada seluruh instrumental input manusia (hal-hal yng materiil/imateriil, personal/impersonal, kondisional, behavioral). Sedangkan Moral/Moralita adalah tuntutan sikap - perilaku yang diminta oleh norma dan nilai tadi. Maka karenanya suatu norma dari suatu sumber bisa memuat nilai - moral positif maupun negatif dan jumlahnya amat banyak serta bersifat relatif/subjektif - instrumental yang mungkin pula kontradiktif satu dengan lainnya. Contoh simple misalnya Norma agama "dilarang mencuri" memuat nilai a.l. dosa, haram, neraka, dll; moralita yang dituntut jauhi, hindari, jangan dikerjakan.
Sedangkan yang kami maksudkan Sistem dalam kehidupan ialah apa yang dikemukakan oleh Talcot Parson, dimana menurutnya setiap organisme kehidupan (manusia, binatang, tanaman dll) memiliki 5 system; yakni: sistem nilai (value system), system budaya (cultural system); system social (social system), system personal (personal system) dan system organic (organic system).Maka karenanya Diri Manusia dan Astagatra kehidupan manusia yang bersifat organisme hidup tidak luput dari lima system tadi dan setiap system mengacu kepada 6 norma acuan yang ada/dianut/diyakni orang/masyarakat/kehidupannya.
Dari gambaran tadi jelas bahwa diri dan kehidupan manusia sarat/padat norma - nilai dan moral, tidak ada kehidupan yang "value free" (bebas nilai). Potret diri dan kehidupan di atas bila kita jabarkan secara matematis akan nampak sebagai berikut:
  1. Life Cycles manusia = 5 (diri, keluarga, masyarakat, bangsa/negara dan dunia)
  2. Aspek kehidupannya = 5 dimensi/aspek (Ipoleksosbudag)
  3. Sumber Norma acuannya ada 6
Dari tiga dimensi ini saja maka perangkat Nilai - Moral - Norma (NMNr) yang mengikat/mengendalikan diri & kehidupan manusia berjumlah (5 x 5) x 6 = 150 buah. 150 NMNr ini masih akan dikaitkan (dikalikan) dengan keberadaan 5 system dalam setiap organisme kehidupan (150 x 5 = 750 ) dan dikaitkan lagi dengan status dan peran laku manusia yang bersifat mono pluralistik yang jumlah n.
Yang lebih dahsyat lagi ialah bahwa antara komponen di atas (life cycles, aspek, sumber norma dan system) tidak selamanya rujuk dan sering/banyak bersifat kontras/paradoxal. Potret diri & kehidupan manusia dengan perangkat NMNr yang amat kompleks, sarat paradoxal dan kontekstual inilah yang menuntut kehadiran Pendidikan Nilai Moral, sehinggga manusia tetap value based sebagai insan bermoral (morally mature person atau a healthy person) dan kehidupannya tetap terkendali (conditioned). Dalam diri dan kehidupan yang bermoral (berahllak mulia) seluruh sistemnya ( 5 sistem) selalu mengacu kepada seluruh tatanan NMNr yang berlaku/diyakini diri & kehidupan nya, ybs memiliki pengalaman belajar (learning experiences) dan kemampuan (kompetensi) bagaimana dan kapan mengoptimalisasi dan meminimalisasikan perangkat NMNr tadi secara instrumental/kontekstual dan balance. Insan bermoral (berahlak mulia) disamping memakai kemampuan intelektualnya (intellectual intelligence) juga selalu melakukan proses emoting, spiritualisasi (spiritualizing) dan valuing terhadap seluruh dimensi norm reference yang ada (diyakini ybs dan atau kehidupannya) sebelum pengambilan keputusan (taking position). Proses ini makin kini makin rendah (dimensi norm referencesnya maupun value basesnya), dan hanya mengutamakan proses analisis - penilaian (evaluating bukan valuing) intelektual - rasional - konseptual saja. Dimensi norma acuannya cenderung ke keilmuan (umumnya ekonomik saja) dan atau hukum formal. Perhitungan ekonomik "murah - mahal" hanya dihitung rasional sebagai selisih harga dan "legal - illegal" nya juga bersifat rasional "karena secara formal melanggar/memenuhi ketentuan hukum" saja tanpa diiringi suara hati/qolbu (kasihan, penyesalan, rasa salah/dosa dll).
Jelas kiranya, orang yang tidak mengenal perangkat tatanan NMNr dan tidak/ jarang dibelajarkan potensi afektualnya (8 potensi) sulit untuk diminta menjadi manusia bermoral. Visi Pendidikan Nilai - Moral disamping membina, menegakkan dan Mengembangkan perangkat tatanan NMNr luhur (6 sumber Nr) adalah juga pencerahan diri dan kehidupan manusia secara kaffah dan berahlak mulia serta kehidupan masyarakat Madaniah (Civil Society). Pendidikan NMNr membawakan misi:
a.       Memelihara/melestarikan dan membina NMNr menjadi 5 system kehidupan yang kait mengkait.
b.      Mengklarifikasi dan merevitalisasi sub.a sebagai "moral conduct" diri dan kehidupan manusia/masyarakat/bangsa/dunia dimana ybs berada.
c.       Memanusiakan (humanizing), membudayakan (civilizing) dan memberdayakan (empowering) manusia & kehidupannya secara utuh (kaffah) dan beradab (norm/ value based); Insan/Masyarakat bermoral (morally mature/healthy person) dan masyarakat bangsa berkepribadian.
d.      Membina dan menegakan "law and Order" serta tatanan kehidupan yang manusiawi - demokratis - taat azas.
e.       Khusus di negara kita, disamping hal-hal di atas juga membawakan misi pembinaan dan pengembangan manusia/masyarakat/bangsa yang moderen namun tetap berkepribadian Indonesia (sebagaimana kualiifikasi UUSPN 2003).
Laju perkembangan iptek yang kian kini kian cepat dan agresif (melalui media cetak elektronik dan produk iptek yang sarat nilai tambah, mudah dan menyenangkan) mulai mereduksi dan mengerosi keberadaan/kelengkapan perangkat sumber norma acuan dan sekaligus pula mengerosi nilai - moralnya. Sumber normative dari Tuhan/Allah (agama), Alam dan budaya/adat serta yang metafisis mulai digeser dan atau diubah oleh sumber karya manusia yakni Ilmu dan Hukum serta teknologi. Iptek dan modernity secara inheren membawakan nilai - moral (karakteristik): added values, easiness, enjoy, rasionalism, sekulerism, materislism, individualism, kompetisi & conflict, spesialisasi, dll. Maka oleh karenanya NMNr kontras - paradoxal kian meningkat dan sering melahirkan "ketimpangan" dan atau kesenjangan keadaan/ kehidupan manusia yang kalau tidak mampu diseimbangkan maka muncul aneka keanehan, stress dan strook. Generation gap, friksi kehidupan rumah tangga dan masyarakat, gaya hidup (life style) yang "aneh", Hippies dll adalah buah pendidikan parsial yang meninggalkan pendidikan nilai - moral.
Berikut kami angkat beberapa statements para pakar Pendidikan Nilai yang mengungkapkan esensi Diknil:
"Value Education or none at all" (Phlips Comb)
"Value education is the central of human being" (Piaget, Aristoteles, dll)
"Janganlah berfikir sebelum kamu iman, dan jangan berbuat sebelum iman dan berfikir" (Imam Al Gazali).
"My country is the world, and my religion is to do good" (Thomas Paine)
Dan sebagai insan religius, kita yakini bahwa dalam rukun iman dan Islam yang diminta adalah percaya akan…
HAKEKAT PENDIDIKAN KEWARGAAN NEGARA (PKN)
PKN atau Civic Education adalah program pendidikan/pembelajaran yang secara programatik - prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudyakan (civilizing) serta memberdayakan (empowering) manusia/anak didik (diri dan kehidupannya) menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/ yuridis konstitusional bangsa/negara ybs.
Rujukan WNI yang baik dalam NKRI ialah UUD 1945/2003 yang jabarannya termuat dalam TAP MPR dan UU (a.l. UUSPN menjadi kiblat seluruh Program dan Sistem pendidikan ). Menurut landasan konstitusional di atas, maka Visi PKN NKRI lahirnya manusia/ WNI dan kehidupan masyarakat bangsa NKRI religius, cerdas, demokratis dan lawful ness, damai - tenteram - sejahtera, moderen dan berkeribadian Indonesia. Misi yang diembannya adalah program pendidikan; yang membelajarkan dan melatih anak didik secara demokratis - humanistic - fungsional.
Membelajarkan hendaknya dimaknai memberi pembekalan pengetahuan melek politik - hukum, membina jati diri WNI berkepribadian/berbudaya Indonesia, melatih pelakonan diri/kehidupan WNI yang melek politik hukum serta berbudaya Indonesia dalam tatanan kehidupan masyarakat - bangsa - negara yang moderen. Dari gambaran di atas maka jelas target harapan pembelajaran PKN NKRI, yakni:
a.       Secara Programatik memuat bahan ajar yang kaffah/utuh (CAP) berupa bekal pengetahuan untuk melek politik & hukum yang ada/berlaku/imperative dalam kehidupan bermasyarakat - berbangsa dan bernegara NKRI yang demokratis sistim perwakilan - konstitusional.
Bahan ajar yang kaffah mutlak harus menampilkan politik - hokum NKRI secara factual - teoritiik konseptual dan normative berikut isi pesan (nilai - moral) serta aturan main dan tata cara pelaksanaannya. Dan sebagai bekal pengetahuan tidak mutlak semua hal disampaikan melainkan dipilah dan dipilih berdasarkan tiga criteria dasar yakni: tingkat esensinya, kegunaannya dan kritis tidaknya.
Hakkekat isi pesan program PKN yang utama (lihat UUSPN 2003) harus memuat a.l. :
Insan dan kehidupan Relgius Imtaq dalam semua gatra kehidupan
b.      Melek politik - hukum tahu/faham hal ihwal keharusan berkehdiupan berbangsa - bernegara baik secara konstitusional maupun secara praksis/ nyatanya (kemarin - kini dan esok hari) Tatanan dan kehidupan Politik - Hukum dan Masyarakat Indonesia.
c. Insan dan kehidupan Demokratis yang lawfulness dalam NKRI/Pancasila/ berbudaya Indonesia
c.       Insan dan kehidupan yang Cerdas, damai dan sejahtera
d.      Insan dan kehidupan yang Cinta bangsa negara, Patriotik: cinta dan bela bangsa negara (hak daulat dan martabat bgs negara)
e.       Pergaulan dunia/antar bangsa yang setara dan damai
2. Secara Prosedural target sasaran pembelajarannya ialah penyampaian bahan ajar pilihan - fungsional kearah membina, mengembangkan dan membentuk potensi diri anak didik secara kaffah serta kehidupan siswa & lingkungannya (fisik - non fisik) sebagaimana diharapkan/keharusannya ( 6 sumber normative di Indonesia) serta pelatihan pelakonan pemberdayaan hal tersebut dalam dunia nyata astagatranya secara demokratis, humanis dan fungsional.
Tersirat dalam semua uraian di atas sejumlah hal yang secara konseptual dan praksisnya paradox/tabrakan dengan hakekat globalisme dan modernity. Dan ini berarti tantangan riil yang cukup berat untuk dihadapi para guru PKN, PAI bahasa & Budaya Daerah dan semacamnya. Bila kita menyerah berarti kita mengurbankan hakekat kodrati/Illahiah dan social politik diri siswa dan kehidupan Bangsa Negara kita. Jawaban ada di tangan anda ! Globalisme adalah era iptek yang superdeveloped, modernity adalah Neo Geopolitik yang cyberspace/world wide dan Sekuler
Iptek melahirkan temuan konsep/dalil dan produk baru yang serba elektronik - massal meninggalkan ketergantungan manusia dan kehidupannya terhadap tenaga manusia, binatang dan alam, serta memperpendek jarak waktu antar space. Banyak hal yang semula bersifat "tidak mungkin atau masa iya" kini ada dan terbuktikan. Bahkan iptek mulai mencoba menundukan alam serta kodrat natural manusia, kesemua hal inilah yang menyebabkan manusia "arogan" dan mendewakan dirinya serta melahirkan dalil "I`m nothing but every things" (aku adalah segala - galanya).
Teknologi industri yang sepenuhnya rational and capital base melahirkan tuntutan kehidupan yang ilmiah - rasional, sekuler, materialistic, capitalism yang kompetitif serta mendorong meningkatnya pola keadaan yang individualistik dan Utilities - beneficial - universal/ global/world wide.
Pola universalism yang kompetitif ini merupakan tuntutan keharusan (opinio necessitatic) teknologi modern yang berproduksi massal. Produksi massal menuntut kapital dan pasar (bahan dan produk) yang meluas dengan tingkat kompitisi kian tajam serta melahirkan sindikat gabungan industri (negara) raksasa yang secara konseptual paradox dengan karakter modernity. Gabungan raksasa industri & negara maju ini dikenal dengan berbagai label, ialah a.l. World Dragons, IGGI, Euro/Nato,AFTA, negara super power, world police dll. Pangsa pasar mereka ialah dunia tanpa batas wilayah (Planetary Territory, Cyber space), wilayah politik kebangsaan (nation) dan bahkan kedaulatan tererosi melalui pola kehidupan sosio politik Demokrasi Modern, Neo Geopolitic,World Peaceful and wealthfare,Multy National Corporation, Transnationalism, Global Capitalism, Planetary Territory dll yang kesemuanya memaksa manusia/bangsa/negara mengglobal sehingga tercipta tatanan norma baru yang dalam internet disebut dengan Normative Globalism yang berpolakan cyber ipoleksosbud dengan super developed technology dalam kehidupan post modernity yang dikendalikan world dragons & super power countries tadi.
Suka atau tidak suka, semua orang dan bangsa negara digiring menuju dunia baru itu. Paradigma baru bernegara muncul dalam dalil baru Demokrasi Baru, new democracy yang world wide cq. Western democracy yang liberalis dan kapitalistik dimana kepentingan ekonomi menjadi penjuru dan primadonanya semua hal..
Dalam awal makalah ini kami cantumkan petikan tulisan Alex Carey, dimana dikemukakan ada tiga kekuatan dahsyat yang muncul di era post modernity ini, yakni perkembangan demokrasi beserta kekuatan korporasisnya, laju propoganda kekuatan kubu korporasi demokrasi termasuk proteksi kubu demokrasi melawan kubu yang berbeda prinsip (a.l. traditionalis cultural atau Oriental Despotism, nasionalisme sempit, serta undemocratic democracy lainnya). Maka melalui berbagai dalih dan dalil (terutama dalih terrorism dan obat bius) maka dunia diwilah-wilah dan diciptakan "aneka conflicts" serta terjadilah berbagai "perang" (war), mulai dari perang Panama, Vietnam samapi perang Teluk , Afganistan, Irak dll yang ujung-ujungnya adalah liberalisasi dan demokrasi yang menyelebungi kepentingan ekonomi dan iptek tinggi (bahan baku dan pangsa pasar). Korporasis kubu demokrasi tadi dalam mewujudkan targetnya , yakni Cyber Politics/ Economics and Modernization (system dan life style) menggunakan berbagai cara dan kekuatan terutama kekuatan ekonomi (bantuan dan atau embargo), pembentukan Hukum/Lembaga Internasional (WTO, NATO,Euro dll) serta sindikat kekuangan (IMF,World Bank, IGGI, dll) yang pada puncaknya digelarnya peragaan kekuatan militer iptek mutahir. Semua hal ini "memaksa" masyarakat bangsa berkembang menerima/mengadopsi dan atau memasuki kubu baru mereka. Dan ironisnya karakter iptek - modernisasi ini bila sudah memasuki kehidupan manusia/masyarakat ybs has a beginning but will has no end ! Geo politik lama (wilayah ditentukan oleh kedaulatan/kekuasaan negara) berubah menjadi Neo Geopolitik, dimana "kepentingan politik suatu/sejumlah negara" (yang adalah kepentingan ekonomi bangsa/negara ybs) menjadi kiblat kekuasaan dengan jalan "menghapuskan batas wilayah nasionalisme sempit dan kekuasaan/ kedaulatan territorial lama". Semua harus membuka diri, untuk itu kembali teknologi berbicara dalam wujud teknologi militer , media cetak - elektronik dan indsutri.
Media cetak elektronik menjadi pendobrak tradional culture and life style. Melalui budaya dan pendidikan (materiil dan sumber serta media pembelajaran) generasi muda (yang umumnya mayoritas populasi bangsa dan dalam kondisi jiwa inovatif - kreatif dan "revolution age&quot ;)diciptakan a new and modern generation yang cinta/gila modernity, new democratic style dan world wide.
Dalam kehidupan dan generasi inilah keberadaan tatanan norma dengan perangkat nilai - moral luhur goyah, tergeser dan atau tergusur . Rem normative yang menjadi direktiva (moral conduct) diri & kehidupan "blong" dan terciptalah proses erosi dan dehumanisasi, dimana martabat diri dan kodrat dirinya "dijual dan dikurbankan" untuk kenikmatan, kesenangan dan kemudahan serta nilai tambah duniawi semata . Muncullah generasi dan kehidupan masyarakat yang serba rasional, sekuler, materialistik, individualis - utilities dan kontras dengan sejumlah NMNr luhur yang berlaku/ada/baku serta menamakan diri "kehidupan baru yang moderen"
Harapan kita tentu saja manusia, bangsa negara dan kehidupan Indonesia masuk dalam katagori manusia - bangsa - negara modern super canggih, namun harus tetap manusia dan bangsa yang berbudi luhur yang tetap mampu tampil dalam kepribadian Manusia/Bangsa Indonesia. Kita tidak berharap kehadiran manusia/ masyarakat & kehidupan yang modern namun kufur dan dolim terhadap diri sendiri, NMNr luhur serta warisan budaya (cultural heritage) Indonesia.
Bagaimana kita, bangsa Indonesia mampu membinanya? Pertanyaan ini hendaknya menjadi keperdulian semua orang, terutama para orang tua, pemimpin masyarakat dan negara serta tentu saja para pendidik dan guru. Melihat kecen-derungan "pergeseran status dan fungsi peran keluarga" (di kota maupun desa) sekarang ini maka nampaknya semua beban itu akan terpulang dan harus terpikul oleh Guru dan pendidik cq. Sekolah dengan seluruh instrumental inputs nya. Secara institusional, progaramtik curricular dan prosedural pembelajaran harus kaffah dan value base.Ini adalah harga mati untuk terpenuhinya harapan lahirnya Manusia dan Bangsa yang religius , cerdas, dan berahlak mulia yang tentunya harus diiringi system dan mekanisme kerja berbasis profesionalisme dalam dunia pendidikan.
Keterbatasan dan keterpurukan social ekonomi dan politik, hendaknya jangan menjadi excuse penyelewengan dan pelacuran pendidikan.
Hendaknya sama-sama kita sadari bahwa dunia dewasa ini makin terbuka, dan sang maha guru Iptek - elektronik - cetak kini kian merajalela membelajarkan dan melatih pengalaman hidup/belajar generasi penerus bangsa negara ini.
Perlombaan (musabaqoh) pembaharuan kurikulum dan buku teks harus diperhitung kan secara lebih serius (bukan hanya mengejar target waktu/tahun/proyek ) dan harus diiringi peningkatan keberadaan dan tegaknya profesionalisme Pendidik , Guru serta pelaksana pendidikan. Sekolah harus kita fungsionalkan menjadi "agent of changes" dan membelajarkan keluarga dan masyarakat, sehingga tercipta proses revitalisasi fungsi peran keluarga/masyarakat.
Hari esok bangsa dan negara kita berada pada our next young generations. Maka benarlah dalil Phillip Combs Value education or none at all !! 

Daftar Bacaan:
Kumpulan HO dan Internet (Editor Prof.A.Kosasih Djahiri; 2004, Prodi PU PPS UPI):
Pendidikan Nilai dan Humaniora
Learning Theories
Globalism and Ethics - Morality
Cooperative/Collaburative Group Learning
A.Kosasih Djahiri; 1990; Menulusuri Dunia Afektif; Lab.PPKN UPI
A.Kosasih Djahiri; 2004, Membina dan meningkatkan Profesionalisme Tugas Peran Pendidik, Prodi PU PPS UPI.


MORALITAS SEKSUAL


BAB I
PENDAHULUAN


MoraliUngkapan konkret seksualitas untuk setiap orang berbeda, kerena harus sesuai dengan status hidup seseorang. Seorang selibater yang telah mempersembahkan hidupnya secara khusus untuk Tuhan dan umatnya, tentu berbeda cara pengungkapan seksualitas yang dilakukan oleh pasangan suami-istri.
b. Penghayatan Pluriform (Beraneka ragam) dari seksualitas:
               Frits Leist: (Seorang ahli Moral Seksualitas) mengatakan: “Manusia bertemu dengan orang lain selalu dalam horizon seksualitas”. Kenyataan ini berlaku bagi setiap orang, apapun dia.
               Tugas setiap orang adalah; “Mengada secara manusiawi, yaitu secara badani dan rohani untuk orang lain”. Karena itu, seksualitas harus mendapat tempat yang sewajarnya dalam hidup manusia.Artinya; ketika seseorang bertemu dengan orang lain, maka ia harus mengekspresikan dirinya dengan situasi kepriaan dan kewanitaan yang ia miliki.
c. Penghayatan seksualitas atas dua cara:
                        Seksualitas dalam arti: “Mengada secara jasmani dan rohani untuk orang lain; diungkapkan dalam dua cara:
·         MEMILIH JALAN HIDUP KAWIN.
Dalam pilihan hidup seperti ini; hubungan seksualitas mempunyai tempat tersendiri; yaitu sebagai suatu ungkapan mengenai ketertarikan total dari dua pribadi. Menurut kodratnya; hubungan seksual dalam perkawinan meminta suatu kebersamaan dalam jalan hidup, meminta pula suatu kebersamaan dalam tanggungjawab.
·         MEMILIH JALAN HIDUP TIDAK KAWIN/SELIBATER.
Pilihan jalan hidup seperti ini, karena didasari oleh sebuah alas an yang istimewah atasnya. Bisa saja manusia begitu tertaarik akan olrh Tuhan dan kedatangan kerajaanNya, sehingga mereka mau membaktikan hidupnya untuk sesama.
            Kesimpulan:
1.      Seorang selibater adalah seorang manusia 100 % pria dan 100 % wanita.
2.      Seorang selibater; bukan seorang yang terkudung atau manusia yang setengah saja = 50 %
3.      Sebagai seorang manusia, selibater pun terpanggil untuk memberi diri bagi orang lain secara badaniah dan rohaniah, sesuai dengan pilihan hidup yang telah ditetapkannya.
4.      Manusia selibater, boleh atau harus memberi bentuk kepada seksualitasnya.

1.5.2. Kebajikan Kemurnian/Kesucian:
            a. Pengantar:
        Ada dua sikap yang perlu dipahami dalam pembicaraan kita tentang seksualitas:                                                                                                                               
1.      Segi KREATIF dari seksualitas:
Yang dimaksudkan dengan segi Kreatif dari seksualitas adalah; segi yang membangun, segi yang membahagiakan orang lain, yang mengarah kepada paertner, teman, yang ditunjukan dengan sikap: tahu berkorban diri, dan tahu menahan diri.
2.      Segi DESTRUKTIF dari seksualitas:
Yang dimaksudkan dengan segi Destruktif adalah; segi yang merusakan, merendahkan, , yang bermain dengan kuasanya, yang tidak peduli dengan perasaan sesame, yang hanya mencari keuntungan diri atau bersifat egoistis.
                       
                                    Kedua segi ini ada dalam diri kita, ibarat dua mata uang pada logam yang sama. Mau atau tidak mau, setiap kita mengahadapi kenyataan ini. Tapi dalam kenyataan hidup, justru yang lebih banyak terjadi adalah: segi destruktif.
                                    Ada satu hal yang perlu diwaspadai adalah: dalam kehidupan di dunia ini, ada tiga kekuasaan yang cukup kuat dan bisa saja membawa bencana bagi kehidupan manusia adalah: SEKS, UANG DAN PANGKAT/KEWIBAWAAN. Ketiga hal ini, boleh diakatakan sebagai kekuasaan dunia yang mempunyai pengaruh yang sangat besar atas kehidupan manusia. Katiga kekuasaan ini, begitu kuat mengancam manusia, dan bisa saja menyeret manusia untuk menjadi hamba atau budak atasnya.

         b. Inti KEMURNIAN:
                        Untuk mendalami inti kemurnian: pertanyaan yang mesti menjadi perhatian kita adalah; “Sikap dasar manakah bagi manusia dalam menghayati seksualitasnya secara sungguh manusiawi dan sungguh Kristen secara penuh?”
                        Jawaban terhadap pertanyaan ini, diberikan oleh Injil; yang membicarakan “manusia yang matanya terang dan suci hatinya” (Mat 6:22 dan Mat  5:8). Yang dimaksudkan dengan manusia yang suci murni adalah manusia yang:
·         Yang tidak bermuka dua
·         Yang bersikap polos
·         Yang utuh
·         Yang bening dan dapat dilihat tembus
·         Yang bergaul dengan orang lain dengan sopan-santun.
Sikap dasar yang suci murni, akan mempengruhi seluruh pola laku dan kehidupan; dalam bidang politik, perekonomian, hidup perkawinan, religius, hidup seksual dan sebagainya. Tas dasar itu, maka kemurnian mempunyai daya cakup yang sangat luas.
            Selain itu, hal yang menjadi taget utama dari kemurnian; penguasaan indra oleh Roh, dan melibatkan seluruh pribadi, yaitu tentang tingkah laku lahir dan bathin.

BAB II

BADAN  - SEKSUALITAS


PENDAHULUAN

            Untuk memahami peran seksusalitas, kita perlu melihat dahulu tentang peran dan fungsi badan manusia dalam hubungan antar pribadi. Hal ini terjadi; karena melalui badan, manusia menghadapi orang lain dan mengungkapkan perasaan-perasaannya, sehingga badan dapat dikatakan sebagai jiwa yang menampakan diri, atau bathin yang dinyatakan.
            Sikap manusia terhadap seksualitas, pada umumnya dipengaruhi oleh sikap manusia terhadap badan. Paling kurang kita perlu memiliki gambaran yang tepat tentang badan, agar kita memiliki sikap yang seimbang terhadap seksualitas.
Berikut ini kita akan melihat pandangan sejarah tentang Badan.

2.1.  PANDANGAN PERJANJIAN LAMA TENTANG BADAN.
            Dalam konteks Perjanjian lama, kata yang tepat, yang digunakan dalam ungkapan tentang Badan, menggunakan sebuah uangkapan Ibrani;  “basar”, yang dapat diterjemahkan dengan; daging, badan, manusia dalam keseluruhannya.
Ungkapan ini, tidak terarah pada badan saja. Dalam konteks ini, pandangan Ibrani sangat berbeda dengan pandangan Yunani, yang membagi manusia atas dua hal; yaitu badan dan jiwa.  Kata “Basar” dalam konteks ibrani ini, sering terarah kepada manusia dalam konteks; pengungungkapan kelemahan-kelemahan yang dialami oleh manusia. (Bdk Yes 40:5).

2.2. PANDANGAN PERJANJIAN BARU TENTANG BADAN:
            Dalam konteks PB, kata yang digunakan adalah ”Sarks dan sooma”. Iatilah ini dipakai untuk mengungkapkan tentang manusia secara keseluruhan, tetapi dalam penekanan khusus, yaitu pada konteks “manusia sejauh manusia itu belum ditebus, atau manusia yang belum mengalami keselamatan”. Hal ini berbeda dengan ungkapan’”PNEUMA”, dalam artian; manusia yang telah mengalami penebusan.
            Dalam ajaran St. Paulus, ada beberapa unsur penting mengenai badan:
  • Rasul Paulus menekankan soal kemuliaan Badan;
Dalam konteks ini, bagi Rasul Paulus, badan harus dihargai karena badan meruapakan pengungkapan seluruh kepribadian. (II Kor 4:10)
  • Badan adalah milik Kristus,rumah Roh Kudus (I Kor 6;13.15.29.20). Dalam dan melalui badan, manusia harus memuliakan Allah. Tubuh fana tidak akan lenyap karena badan juga akan dibangkitkan. (I Kor. 15;44-49)

KESIMPULAN
  • Pengertian yang terkandung dalam unfkapan “Sarks”, “Sooma” dan “Pneuma” adalah penjelasan  Paulus tentang beberapa aspek diri manusia. Pertentangan “Jiwa-badan” “Duniawi- surgawi, dll hanya menunjukan rupa-rupa aspek dari manusia yang sama
  • Tetapi penjelasan asli tersebut kemudian ditafsir oleh penganut filsafat dualistis. Seperti dalam Gal. 5;16-17.24-25, sebenarnya keterangan Paulus tentang gambaran yang berbeda, tetapi kemudian, karena filsafat Yunani, dianggap sebagai unsur-unsur  hidup yang bertentangan dalam manusia. (lihatlah: X Leon Dufour, Dictionary of Biblical Theology, sub body)

2.3.FILSAFAT YUNANI

    A. Gambaran Plato
            Plato memiliki keyakinan filosofinya bahwa manusia adalah seumpama kereta dan pengemudi. Kereta itu badan, dan pengemudinya jiwa. Badan adalah penjara jiwa. Roh atau “nus” dipenjara, terbelenggu dalam badan. Keadaan yang paling ideal bagi manusia adalah terlepasnya jiwa dari badan karena berkontemplasi. Inilah satu gambaran dikotomis mengenai manusia ( dicho=dua; tomi= potongan, bagian ). Plato adalah pendasar gagasan dualistis tentang manusia yang juga mempengaruhi pandangan trasional Kristen
    B. Gambaran Plotinus
            Dia seorang penganut “neoplatinismus” lahir di Mesir dalam tahun 203 M. Ia merasa malu karena mempunyai badan. Ia mengalami badan sebagai sumber penghinaan diri sendiri. Ia tidak pernah menyebut nama orang tuanya yang telah memberinya badan; tak pernah berusaha agar badannya bersih dan sehat. Badan adalah kubur jiwa. Badan adalah unsure jahat, penuh dengan hawa napsu. Cita-cita moralnya : melepaskan diri dari hawa napsu; menolak perkawinan sebagai hal yang tak baik
    C. Gambaran Aristoteles
Jiwa (anima) adalah forma corporis; gambaranya lebih menjelaskan persatuan jiwa dan badan

            GAMBARAN PARA BAPA GEREJA

A.    Ada yang mengikuti gambaran filsafat Yunani
Seperti : Ireneus, Christostomus, Agustinus (pada masa tuanya). Beberapa lamanya penjelasan para patres ini diterima sebagai penjelasan Kristen. Ada sikap permusuhan terhadap badan, Karena itu pula kurang menghargai seksualitas. Seksualitas berbahaya karena terikat dengan badan. Kepuasan seksualitas dianggap berbahaya karena mengaburkan jiwa dan melemahkan roh. Perkawinan ideal adalah perkawinan yang dihayati tanpa kepuasan seksual
B.     Yang mengikuti gambaran biblis
Misalnya Klemens dari Aleksandria (150-215), Agustinus (354-430 pada masa pertobatannya)
C.     Aliran Manicheistis (pengaruh Neo-Platonisnus)
Badan adalah jahat, sumber dosa dan Karena itu berbahaya. Akibatnya seksualitas dipandang remeh. Manicheistis juga mempengaruhi ajaran tradisional tentang manusia

            FILSAFAT MODERN TENTANG BADAN

A.    Kesatuan antara badan dan kepribadian manusia
Badan manusia tidak sama artinya dengan badan seperti yang dibahas dalam buku-buku biologi. Bahasa biologi tentang badan adalah bahasa tentang badan tanpa subyek yang mendukungnya. Jadi sebenarnya bahasa tentang mayat, bukan tentang badan. Pada hal badan selalu terikat dengan satu pribadi, dengan satu obyek.
Badan yang konkrit selalu badan yang terikat dengan “ego” tertentu. Maka badan itu selau merupakan badanku, badan mu, badannya. Tiap badan mewakili seorang pribadi. Badan adalah saya sepanjang saya makluk jasmani. Kesadaran tentang kesatuan badan dan pribadi manusia terbukti juga dalam bahasa. Seperti ungkapan “membawa diri, menarik diri, mundur diri”. Saya adalah badan. Ego sum corpus
B.     Hubungan “Ego” dengan “Badan”
Dalam hal ini ada dua istilah yang berbeda yakni : Ego sum corpus dan  Ego habeo corpus”. Memiliki badan tidak seperti memiliki pemukul, pakaian, tetapi badan sebagai milikku terikat rapat dengan diriku. Tak ada jarak antara saya denga badanku. Adda kesatuan erat biar pun berbeda. Eksistensiku begitu rapat, tergantung pada badanku.
C.     Badan dan dunia sekitar
Badan adalah peralihan antara diri dengan dunia sekitar. Melalui badan asaya bertemu dengan dunia sekitar. Badan adalah jembatan antara pribadi dengan dunia sekitar. Aku mencapai dunia sekitar hanya karena badanku. Hanya badanku maka saya mendapat tempat khusus di dunia ini. Karena badanku maka diriku memainkan peranan khusus dalam khosmos ini. Karena badan ku maka saya menguasai dunia.
D.    Badan dan Kontak dengan sesame
Dalam kehidupan manusia penting ada kontak dengan orang lain. Kontak antara pribadi dan pribadi. Bukan kontak antara badan dan badan saja, karena kontak manusiawi adalah kontak antar pribadi. Karena itu istilah “bersetubuh” sebenarnya salah, sebab tidak menunjukan sifat manusiawi dalam kontak itu.
Melalui badanku saya bisa berkontak dengan sesame melalui badannya pula.badan adalah jembatan peralihan untuk berkontak denga subyek lain. Badan adalah jembatan alat komunikasi, penerjemah, penampakan konkret. Saya menunjukan cinta melalui badan, melalui senyuman dan pelukan. Tetapi badan adalah alat penerjemah yang tidak sempurna, malahan sangat terbatas. Artinya, badan memang bisa menampakan , memperlihatkan isi hati tetapi hanya sebagian saja. Diri serta hati bisa bersembunyi di bawah kulit badan. Manusia bisa tersenyum, tetapi tetapi sebagai senyuman palsu dan pura-pura.  Badan tetap alat yang kaku. Karena itu perlu integrasi dan harmonisasi supaya memberi ekspresi yang lebih baik dan sempurna bagi kepribadian.

            KESIMPULAN 

  1. pandangan filsafat modern tentang kesatuan badan dan kepribadian sesuai dengan pandangan Kristen. Pandangan Kristen terhadap badan, termasuk seksualitas, adalah pandangan yang seimbang diantara pandangan-pandangan ekstrem. Keseimbangannya terutama nahwa kekristenan di satu pihak tidak menghina atau menganggap remeh (underestimate) segala yang behubungan dengan badan, seperti pandangan dualisme filsafat yunani dan manicheisme; tidak bersikap pesimistis yang naïf; tidak membenci dan menganggap buruk badan manusia. Tetapi dipihak lain, kekristenan juga tidak mendewa-dewakan badan (overestimate); tidak menimirsatukan badan atas segala yang lain. Ada optimisme yang real dan bukan naïf atau palsu karena juga mempertenggangkan keterbukaan manusia terhadap pengaruh “dosa pusaka” atas seksualitas. Ada resiko dan bahaya yang bisa menimpa manusia melalui badanya.

  1. manusia adalah satau kesatuan, satu totalitas. Itu artinya :
a.       Badan dan jiwa adalah satau kesatuan yang diciptakan seturut citra Allah. Bukan hanya jiwa citra Allah melainkan badan dan jiwa sutuhnya citra Allah
b.       Dosa tidak hanya satu kecelakaan jiwa tetapi kecelakaan manusia. Tak ada “Peccata carnalia” yang ada hanyalah dosa manusia. Demikian pun keselamatan ilahi tidak saja meliputi jiwa, tetapi seluruh manusia, baik dia selaku makluk rohani maupun makluk jasmani.
c.       Moralitas Kristen yang berintikan imitation Christi” bagi orang Kristen merupakan realisasi dirinya sebagai citra Allah. Tindakan-tindakan seksual juga merupakan penampakan konkret diri manusia sebagai citra Allah. Bahkan tindakan seksual meriupakan penampakan wujud Allah karena itu, penilaian moral terhadap seksual harus positip. Manusia Kristen tidak saja menyaksikan dirinya sebagai putra/I Allah dalam doa, tindakan kultis atau perbuatan amal lainnya saja , bukan satu subyek yang utuh.
d.      Kontak/ hubungan antar pribadi bisa dimungkinkan dengan tindakan-tindakan badani. Artinya, manusia menerjemahkan kesanggupan-kesanggupan rohaninya lewat badannya. Dalam diri manusia ada rupa-rupa kesanggupan, talenta yang masih terpendam. Separuh atau lebih kurang lagi sudah digunakan, sudah diungkapkan, yang lain belum. Satu kesanggupan manusia adalah cinta yang memerlukan pengungkapannya karena tak ada cinta yang tak kelihatan atau bersifat a-badani. Cinta antara pribadi membutuhkan badan sebagai jembatan atau penerjemah. Tugas manusia adalah melatih badannya, agar bisa menerjemahkan pernyataan cinta secara tepat dan sempurna.


BAB  III

 SEKSUALITAS DARI PANDANGAN PSIKOLOGIS


            Pada dasarnya pria dan wanita itu berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan ini, bisa saja dilihat dalam kenyataan hidup kita setiap hari, tetapi juga perbedaan-perbedaan yang meruapakan hasil kajian dari berbagai disiplin ilmu, dari ilmu sejarah, psikologi, psikoanalisa maupun dari sudut antropologi manusia.
Catatan yang pelu dipahami adalah; perbedaan-perbedaan tersebut bukannya merupakan peluang bagi kita untuk saling memojokan, tetapi merupakan sarana yang membantu kita untuk saling melengkapi.

3.1. KENYATAAN ADANYA SIFAT-SIFAT KHAS PRIA DAN WANITA .

            Untuk merusmuskan perbedaan psikis pria dan wanita, tidaklah mudah, karena dewasa ini dengan munculnya kritikan yang dilancarkan oleh kaum feminis, yang sangat tegas menolak perbedaan yang dikategorikan sebagai yang lazim.
Walaupun demikian, perbedaan ini tetap dilihat untuk membantu kita membuat sebuah kajian. Bisa dilihat:


PRIA


WANITA
v  Lebih rational
v  Daya tahan kurang
v  Kurang sabar
v  Lebih agresif
v  Berani
v  Berinisiatif
v  Memilih pekerjaan kasar
v  Lebih emosional dan intuitif
v  Daya tahan besar
v  Sabar
v  Pasip dan menerima
v  Malu-malu
v  Bersifat menjaga dan memelihara
v  Pekerjaan halus

            Selain beberapa sifat yang telah disebutkan di atas, masih bisa ditambah lagi beberapa sifat yang dirasa pas sesuai dengan penagalaman hidup harian kita. Bisa juga dibandingkan dengan lingkungan perfileman atau dalam reklame.

3.2. BEBERAPA PENYELIDIKAN ILMIAH MENGENAI KEKHASAN SIFAT-SIFAT TERSEBUT.

3.2.1. Data-data Sejarah:

            Sepanjang sejarah manusia, beberapa sifat khas pria dan wanita yang banyak kali disebut-sebut: antara lain:

Ø  Wanita menjadi alasan adanya karya tebusan
Ø  Wanita adalah pokok dosa yang mencelakakan laki-laki
Ø  Wanita itu setia dan laki-laki tidak setia.
Ø  Wanita itu jujur dan laki-laki penipu
Ø  Wanita itu halus dan laki-laki kasar
Perbedaan-perbedaan yang disinyalir dalam sejarah ini, umumnya lebih didasari pada prasangka-prasangka, baik positip maupun negatip. Beberapa tokoh dlam sejarah, yang memiliki pandangan baik positip maupun negatip tentang kekhasan sifat-sifat pria dan wanita.
Berikut ini beberapa pandangan yang bersifat negatip tentang wanita:
ü                ARISTOTELES:  Mengatakan; wanita lebih rendah derajatya dari laki-laki, karena bersifat  pasif.
ü                PLATO: Merasa bersyukur karena ia bukan budak dan bukan juga wanita. Menurut Plato, laki-laki yang bersifat penakut, pasti akan dilahirkan kembali sebagai wanita.
ü                VIKTOR HUGO: Mengatakan bahwa wanita adalah setan yang sedikit lebih disempurnakan
ü                St. THOMAS; Mengatakan; bahwa Kristus penebus telah menjadi manusia dengan mengambil jenis kelamin laki-laki, karena jenis kelamin laki-laki adalah yang lebih mulia dari pada wanita.
 Pandangan yang positip tentang wanita:
v  Dari kalangan penyair, mislanya dari abad pertenghan, golongan Troubadour, yang mengagumi dan memuja-muja wanita.
v  Gereja dengan ajarannya sepanjang masa, sangat membela wanita dan pria, namun di pihak lain, banyak kali dalam prakteknya terdapat diskriminasi sampai dengan tahap ini.
Semua pendapat ini di atas, dapat kita kategorikan ke dalam lima kelompok sbb:
1.      Pendapat yang mengatakan bahwa pada wanita terdapat sifat-sifat yang tak terselami (Dari kalangan penyair).
2.      Pendapat yang memandang rendah seks wanita (Underestimation). Dari kalangan Filsafat, misalnya; kant, schopenhauer, atau juga banyak yang terdapat dalam literatur Inggris.
3.      Pendapat yang berlebih-lebihan menghargai wanita (Overestimation). Khususnya dari abad pertengahan dan jaman romantik.
4.      Kaum Feminis yakni golongan yang senantiasa memperjuangkan hak-hak wanita namun tidak tergolong dalam overestimation. Golongan ini  timbul sebagai reaksi terhadap pandangan yang merendahkan harkat dan martabat kaum wanita.
5.      Pendapat yang mengakui adanya perbedaan sifat antara pria dan wanita sekaligus pula sebagai kesamaan derajat mereka.

3.2. 2. PENYELIDIKAN PSIKOLOGIS:

            Ilmu Psikologi menunjukkan perbedaan sifat dan reaksi antara laki-laki dan perempuan, dengan mengadakan test Psikologis pada beberapa bidang tertentu.

Misalnya:

a)      Dalam bidang MOTORIK atau gerak-gerik:
Contoh; gerakan melempar pada pria, berbeda dengan gerakan melempar pada wanita, atau juga gerakan menangkap pada pria berbeda dengan gerakan menangkap pada wanita.

b)      Dalam bidang ITELIGENSI (IQ):
 Hal ini bisa dilihat dalam kenyataan seperti ini: wanita mempunyai daya ingatan yang jauh lebih kuat dari pria, dan pria mempunyai daya hitung yang jauh lebih kuat dari wanita.
c)      Dalam bidang kemampuan VERBAL;
Wanita lebih cepat untuk memulai berbicara ketimbang pria.
d)     Dalam bidang EMOSI:
Beberapa contoh:
v  wanita lebih cepat menunjukkan emosi dari pada pria
v  Wanita lebih cepat meunjukkan rasa cinta, benci, malu dsb dan cepat pula menunjukkan rasa humor atau lucu.

Penilaian:
Ø   Hendaknya perlu diperhatikan bahwa; apa yang disebut dengan sifat-sifat khas pria dan wanita; paling sedikit bergantung pada keadaan; kebudayaan, kondisi ekonomi-sosial, adat dlsbg
Ø   Di satu sisi, penyelidikan ini dapat dipertanggungjawabkan karya penyelidikan psikologis tersebut. Dan karya ini dapat mencerminkan sedikit jiwa dan kepribadian kedua jenis makhluk yang diselidiki.
Ø   Dari pihak lain, hasil test psikologi dalam bentuk angka tidak bisa mengungkapkan rahasia pria dan wanita. Karena itu, test Psikologipun tidak bisa mengungkapkan rahasia pria dan wanita.


3.2.3.  PENYELIDIKAN PSIKOANALISA:

            Dalam abad XX, aliran psikoanalisa berkembang dalam beberapa aliran; di bawah pengaruh: FREUD, KARL YOUNG, ALDER.
Karya psikoanalisa adalah:
               “Menjelaskan aspek-aspek tingkahlaku manusia yang kelihatan, yang bertitik tolak dari penyelidikan lapisan bawah sadar (Sub-conscientia) pada individu manusia”
Tiap-tiap aliran menganalisa tingkah laku manusia dari sudut pandangan tertentu mengenai lapisan bawah sadar tersebut.
Freud misalnya: mengnalisa tingkah laku manusia dari seks dan dorongan-dorongannya, yang katanya meruapakan dasar terdalam yang terpendam  dalam lapisan bawah sadar manusia.
            Walaupn demikian; masih saja terdapat kepncangan dalam aliran psikoanalisa ini: antara lain:
  1. Psikoanalisa bekerja dengan sistem-sistem yang terbatas dan sepihak.
  2. Psikoanalisa bekerja dengan prasangka-prasangka.
  3. Psikoanalisa bekerja dalam situasi klinis, yang dapat dikatakan sebagai abnormal. Obyek peyelidkannya adalah manusia yang sakit jiwa. Situasi abnormal inilah yang akan mempengaruhi premisa-premisa dan kesimpulan-kesimpulan yang akan dibuatnya.

3.2.4. PENYELIDIKAN ANTROPOLOGI KEBUDAYAAN:

            Cabang ilmu pengetahuan ini menyelidiki pula bidang kehidupan seksual dalam struktur sosial manusia dalam konteks kebudayaan suatu bangsa (Etnis) tertentu. Hasil penyelidikan ilmu ini menyimpulkan:
1.      Setiap suku (bangsa) mempunyai ciri tingkah laku kepriaan dan kewanitaan yang khas, walaupun dimana-mana orang bertindak melawan perbedaan tersebut.
2.      Lingkungan sosial dan budaya suatu bangsa, merupakan medan perealisasian terbinanya sifat-sifat kepriaan dan kewanitaan.


BAB V
PANDANGAN KITAB SUCI
TENTANG SEKSUALITAS


5.1. PENDAHULUAN:

            Kitab Suci; baik Perjanjian Lama maupun Baru, tidak membahas secara khusus tentang seksualitas manusia; karena memang bukan untuk itulah maksud dan tujuan  Kitab Suci.
Kitab Suci bermaksud membeberkan relasi timbal balik anatara Allah dan Manusia (Pria dan Wanita) dalam bentuk dialog, dalam mana Allah menyampaikan kepada manusia undanganNya untuk menyelamatkan manusia dan menanti jawaban manusia atas undangan Allah tersebut. Manusia yang dibicarakan dalam Kitab Suci adalah manusia yang konkret, pria dan wanita, dengan segala masalah hidupnya menurut tempat dan zamannya.

5.2. PANDANGAN KS PERJANJIAN LAMA TENTANG SEKSUALITAS:

5.2.1. Penciptaan Manusia Sebagai Pria dan Wanita Menurut Gambaran Allah (Kej; 1:26-27).

            -. Membaca teks ini secara bersama
     -. Minta tanggapan audiens: Apa komentar kita tentang bacaan ini, atau juga      bagaimana apreasi kita terhadap bacaan ini?
                 
            Karya penciptaan manusia mencapai puncaknya dalam penciptaan manusia. Allah menciptakan manusia dengan seksualitasnya; pria dan wanita; untuk menjadi gambaranNya. Dengan kata lain; seksualitas manusia yang pria dan wanita itu; diperlukan untuk memperkembangkan diri semakin mirip menjadi gambaran Allah. (Bisa saja dipancing diskusi; apakah allah itu pria dan wanita?). Pria dan wanita itu saling melengkapi sehingga menjadi gamabaran Allah.
Seksualitas manusia yang demikian itu pada awalnya baik. Allah sendiri puas dengan ciptaanNya, sehingga Allah melihat: sungguh amat baik, yang semakin  (Kej 1:31). Manusia yang berada dalam kondisi seksual adalah sungguh amat baik sebab berorientasi pada hidup yang subur, yang semakin berkembang menjadi gambaran Allah sendiri.
Dalam kisah penciptaan ini, kesamaan martabat pria dan wanita; kedua-duanya disebut sebagai species “Manusia”. Paham manusia yang utuh tidak hanya terdapat pada pria tetapi juga pada wanita.
Kisah penciptaan manusia sebagai pria dan wanita, dapat dipandang sebagai hasil suatu proses pemikiran teologis yang dilakukan oleh Israel dalam pengalamannya akan Tuhan dengan menengok kembali kepada asal mulanya dalam penciptaan.

5.2.2. Penciptaan Wanita dan Kesatuan Pria-Wanita:

5.2.2.1. Penciptaan Wanita:
a.       Pernyataan Allah: “Tidak baik kalau manusia itu hidup seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong yang sepadan dengannya” (Kej 2:18). Perhatian pencipta akan ciptaannya rupanya belum cukup. Lingkungan hidup manusia (Kej 2:8-17) yang mula-mula tampaknya ideal, ternyata tidak sempurna, sepi dan tiada teman. “Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia”. Keputusan ini dilukiskan dalam dua adegan; penciptaan dan pemberian nama binatang-binatang (Kej 2:19-20) dan penciptaan wanita (Kej 2:21-23).
b.      Penciptaan wanita merupakan kontras terhadap penciptaan binatang dan lebih ruwet, dengan penuh simbolik:
v  Tidur Nyenyaknya Adam: berarti bahwa karya Allah penciptaan merupakan rahasiah bagi manusia.
v  Tulang Rusuk: Pertanyaan kita; mengapa ketikan Tuhan menciptakan wanita; tidak diambilnyalah tanah liat seperti pada saat Tuhan menciptakan yang lainnya? Hal ini terjadi untuk menunjukkan: bahwa Wanitalah meruapakan penolong yang sepadan untuk pria. Dari tulang rusuk berarti; berasal dari species yang sama, dari keturunan yang sama, masih sedarah.
v  Inilah dia tulang dari tulangku dan daging dari dagingku”. Tuhan sendiri yang menhantar wanita itu kepada si pria yang menyambutnya dengan sukaria, dengan salam sebagai ungkapan persaudaraan. Akhirnya manusia pria menjumpai penolong yang sepadan.
v  Isch-ischya. “Ia akan dinamai perempuan (Ischya), sebab ia diambil dari laki-laki (Isch). Permainan kata ini menunjukkan asal Ischa (Wanita) dari Isch (Pria) dalam terjemahan hilang, dapat menjelaskan penciptaan dari tulang rusuk dan mempunyai arti yang lebih dalam; hubungan pria dan wanita yang saling dijodohkan itu bukan hasil dari sebuah kebetulan, melainkan bedasarkan tata penciptaan.
v  Dalam pertemuan dengan wanita (ischya), manusia (Ha adam) mengenal dan mewujudkan dirinya sebagai pria (Isch). Dalam pertemuan dengan wanita, pria mengenal dirinya sebagai pria dan wanita mengenal dirinya sebagai wanita.
5.2.2.2. Kesatuan Pria dan Wanita (Gagasan satu daging:Kej 2:24):
            Komentar pencerita; “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”. Pengaruh teks yang menggagas tentang kesatuan pria dan wanita menjadi satu daging ini, berdampak luas.
            Bdk Teks: Mat 19:5; Mrk 10:8; Ef 5:31; I Kor 7:10-11.
Ø  Teks ini menunjukkan daya tarik pria dan wanita; diterangkan dengan penciptaan istimewah wanita. Pria terdorong kembali kepada wanita, yang adalah sebagian dari dirinya. Ia bersedia meninggalkan orang-orang yang dikasihnya untuk bersatu dengan wanita.
Ø  Gagasan “Satu daging” atau “Basar Ekhad”, mencakup tiga unsur: yaitu:
o   Gagasan hubungan darah,
o   Persekutuan Hidup,
o   Wanita sebagai pelengkap pria
Jadi, gagasan satu daging bersifat antropologis; artinya bukan hanya
jasmani, melainkan juga personal, sehati-sejiwa, satu nilai yang begitu tinggi sehingga pria berani melepaskan orangtuanya untuk membentuk persekutuan hidup baru dengan isterinya.

5.2.2.3. Kesimpulan:

            Dalam Kej 1, lebih dinyatakan bahwa perbedaan kelamin itu Konstitutif untuk manusia, artinya: Dikehendaki Pencipta. Dalam kejadian 2, juga dijelaskan arti perbedaan kelamin itu. Mungkin beberapa gagasan dapat diringkas dan disimpulakan sbb:

Yayasan Persekolahan Umat Katolik Keuskupan Larantuka
SMAK ST. DARIUS LARANTUKA
UJIAN SEMESTER GENAP

                                        Mata Pelajaran ; Pendidikan Kewarganegaraan
                                        Kelas                : XI
                                        Hari/Tanggal    : Senin, 9 Juni 2008
                                        Waktu               : 90 Menit.

KERJAKAN SEMUA SOAL DI BAWAH INI: (Jawablah dengan singkat, paat dan jelas).
1.      Hal-hal mendasar dalam Hubungan Internasional:
a)      Pengertian Hubungan Internasional
b)      Sebut dan jelaskan asas-asas Hubungan Internasional
c)      Pentingnya Hubungan Internasional

2.   Perwakilan dalam hubungan antarnegara:
a)      Jelaskan alur pengangkatan perwakilan diplomatik
b)      Anda ditunjuk oleh Presiden RI; Susilo Bambang Yudohono menjadi Diplomat di negara Amerika Serikat. Sebagai seorang Diplomat, apa yang harus anda lakukan?
c)      Sebut dan jelaskan perangkat perwakilan Diplomatik
d)     Jelaskan PERBANDINGAN (Persamaan dan Perbedaan) Perwakilan Diplomatik dan perwakilan Konsuler

3.  Perjanjian Internasional;
a)      Pengertian Perjanjian Internasional.
b)      Buatlah penggolongan perjanjian internasional.
c)      Jelaskan proses atau tahapan terlaksananya perjanjian Internasional
d)     Sebut,  jelaskan dan berikan contoh Jenis-jenis Perjanjian Internasional.

4.   Jelaskan istilah-istilah berikut ini:
a)      Politik luar negri “bebas – aktif”
b)      Treaty
c)      Convention
d)     Declaration
e)      General Act
f)       Convenant.


= Selamat bekerja, semoga sukses =